Jakarta – Humas BRIN. Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) melalui Pusat Riset Masyarakat dan Budaya (PRMB) Organisasi Riset Ilmu Pengetahuan Sosial dan Humaniora (OR IPSH) bekerja sama dengan Yayasan Negeri Rempah menyelenggarakan kegiatan International Forum on Spice Route (IFSR) 2022, Selasa (20/9) di Jakarta. Kegiatan ini mengangkat tema “Revitalisasi Rute rempah-rempah: Menjawab Tantangan Global”.
IFSR merupakan forum kerja sama antara beberapa institusi yang digagas oleh Yayasan Negeri Rempah. Kegiatannya membahas dan mengadvokasi topik jalur rempah - rempah pada masyarakat kontemporer. Sebagai forum internasional, IFSR membuka dialog lintas batas dan budaya untuk menghidupkan energi penelitian. Tekadnya untuk memelihara jalur rempah yang telah menjadi warisan bersama alam dan budaya di tingkat regional dan global. Sebelumnya, IFSR telah membuktikan bahwa rute-rute tersebut masih ada dan digunakan sebagai salah satu penghubung regional dan global yang penting antar berbagai wilayah, benua, dan negara.
Kepala PRMB, Lilis Mulyani mengatakan, pihaknya menginisiasi konferensi tersebut untuk memberi ruang kepada para periset dan pelaku budaya, bertukar pengetahuan untuk memajukan riset tentang jalur rempah Indonesia. Indonesia yang kaya akan hasil rempah menjadi ketertarikan tersendiri bagi para pengamat. Ini dibuktikan dengan melimpahnya peminat poster dan makalah yang mengisi kegiatan tersebut. “Acara ini sungguh luar biasa. Sejumlah lebih dari 100 abstrak dari peserta yang dikirim ke panitia. Ini menunjukkan semangat yang tinggi para peneliti kita,” ujarnya saat menyampaikan laporan kegiatan.
Lilis mengaku merancang kegiatan secara kursif agar seluruh peserta dapat berpartisipasi langsung sehingga menyemarakkan rangkaian kegiatan. Di antara para peserta yang kebanyakan dari kalangan mahasiswa, diakuinya sangat antusias dan sangat memperkaya ide riset jalur rempah. “Poster yang mereka kirimkan sangat menarik. Mereka benar – benar menggali potensi kekayaan rempah Indonesia,” imbuh Lilis. Potensi besar ini, bagi Lilis, harus dioptimalkan untuk membangun dukungan ilmiah yang kuat bagi jalur rempah sebagai salah satu warisan.
Hal itu juga diakui Kepala OR IPSH, Ahmad Najib Burhani, saat membuka secara resmi kegiatan IFSR 2022.
Menggali potensi pengembangan riset sudah menjadi tanggung jawab BRIN dengan tim perisetnya terutama untuk menjangkau audiens yang lebih besar lagi sampai ke seluruh dunia. Hal ini sekaligus menjadi media penyampai pesan yang kuat untuk memperoleh pengakuan dari seluruh masyarakat di dunia terhadap kekayaan Indonesia yang melimpah.
Menjaga jalur rempah - rempah termasuk alam dan budaya Indonesia di tingkat regional maupun global, telah menjadi warisan bersama masyarakat Indonesia. Saat ini, yang menjadi tantangan global adalah menghilangnya akar budaya Indonesia di mata negara – negara asia tenggara bahkan dunia. Strategi untuk mencapai solusinya yaitu membangun perspektif global termasuk budaya perdagangan maritim. Ini yang menjadi salah satu tujuan organisasi bagi penelitian ilmu sosial dan humaniora sebagai platform regional global.
“Mengangkat kembali jalur rempah bukanlah bernostalgia pada kejayaan nusantara pada masa lalu. Tetapi tujuannya juga untuk mengenali kebesaran masa lalu Indonesia dan kekurangannya, serta merefleksikan sejarah masa lalu untuk masa kini dan masa depan,” kata Ketua Dewan Pembina Yayasan Negeri Rempah, Hassan Wirajuda, saat menyampaikan sambutannya.
Menurutnya, sejak zaman dahulu terdapat dua geopolitik Indonesia yang relatif permanen, yaitu kepulauan nusantara yang menempati posisi strategis. Dikatakan strategis karena terletak di antara dua benua dan dua samudera serta tanah dan lautan nusantara yang kaya raya. “Tidak mengherankan apabila di dalam sejarah terdapat kerajaan-kerajaan yang berjaya, dua di antaranya Sriwijaya dan Majapahit,” ungkapnya.
Jalur rempah sebelum kedatangan bangsa-bangsa Eropa merupakan jalur yang damai. Bangsa-bangsa Eropa datang tidak sekadar berdagang, tetapi memonopoli perdagangan. Dari monopoli melalui penaklukan, berujung pada kolonisasi yang menjadi tujuan mereka berdasarkan pada Perjanjian Tordesillas tahun 1494. Berdasarkan perjanjian ini, Spanyol dan Portugal membagi dunia menjadi dua wilayah yang berpengaruh, masing-masing ke arah barat dan timur. “Dengan mandat untuk menduduki semua wilayah yang ditemukan menjadi millik mereka,” ungkap Hassan lagi.
Tidak dapat diingkari bahwa keunggulan teknologi seperti penemuan misiu, alteleri, bahkan kompas, menjadi instrumen penting penjajahan. Pelajaran yang dapat kita tarik adalah kekayaan nusantara yang melimpah menjadi daya tarik tersendiri bagi dunia luar. Namun, tanpa kekuatan modal, teknologi dan militer, hal ini hanya menjadi sumber malapetaka.
Berbicara mengenai jalur rempah yang membentang dari Asia Timur, Indonesia dan Asia Tenggara, Timur Tengah dan Afrika, serta Eropa, Hassan menyampaikan pesan agar kita jangan hanya bernostalgia kepada kejayaan di masa lalu. Dalam menjawab tantangan globalisasi dewasa ini, rempah pada perdagangan masa kini tidak lagi menjadi komoditas yang paling dicari. Tetapi hal itu harus dikembangkan melalui kerja sama perdagangan, kebudayaan, peradaban, serta teknologi. “Tantangan kita adalah bagaimana mengisi warisan sejarah itu dengan inovasi-inovasi teknologi,” pesan Hassan menutup sambutan.
Konferensi hari pertama ini diisi dengan presentasi poster oleh peserta yang didominasi dari kalangan mahasiswa serta paparan presentasi oleh para periset BRIN dan kalangan akademisi dari berbagai kampus di Indonesia. Konferensi akan digelar selama 4 hari dan berakhir pada tanggal 23 September 2022. (Arial – ANS)