IDEN

Detail Berita

BRIN Dorong Pemanfaatan Teknologi Kecerdasan Buatan di Bidang Kesehatan

Diterbitkan pada 21 Maret 2023

Jakarta - Humas BRIN. Dewasa ini kita dapat menemukan munculnya berbagai macam penyakit dan wabah baru di seluruh dunia yang telah menimbulkan kekhawatiran bagi masyarakat. Dengan keterbatasan fasilitas serta tenaga medis khususnya di Indonesia akan memberikan dampak yang cukup serius apabila tidak direspon dengan strategi yang tepat.

Salah satu upaya yang dilakukan  berbagai pihak yang berkecimpung pada bidang kesehatan seperti rumah sakit, dokter, tenaga kesehatan hingga pemerintah adalah dengan melaksanakan pemanfaatan teknologi kecerdasan buatan.

Penerapan teknologi kecerdasan buatan telah banyak digunakan untuk membantu manusia dalam melakukan kegiatan sehari-hari. Sebagai contoh, penggunaan mesin otomatis pada berbagai bidang yang dahulu dianggap mustahil justru kini telah menjadi hal yang biasa bagi masyarakat. Hal ini mencerminkan bahwa teknologi kecerdasan buatan telah berkembang secara pesat.

Dalam rangka mendorong upaya pemanfaatan teknologi kecerdasan buatan pada bidang kesehatan, Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) gelar webinar dengan tema Pemanfaatan Teknologi Kecerdasan Buatan di Bidang Kesehatan secara daring pada (21/03).

Pada webinar ini, sambutan diberikan oleh Kepala Organisasi Riset Kesehatan BRIN Prof. Indi Dharmayanti serta Atase Perdagangan Russia untuk Indonesia Alexander Svinin. Kegiatan webinar kemudian dilanjutkan dengan diskusi panel menghadirkan nara sumber  Kepala Pusat Riset Kecerdasan Artifisial dan Keamanan Siber (PR KAKS) BRIN Anto Satriyo Nugroho, Direktur Pusat Kecerdasan Artifisial Innopolis University Rusia Ramil Kuleev. peneliti Pusat Riset Vaksin dan Obat BRIN Astutiati Nurhasanah, Ruslan Lukin yang merupakan pakar teknologi kecerdasan buatan.

Dalam paparannya Anto Satriyo Nugroho menyampaikan  bahwa penerapan teknologi kecerdasan buatan di Indonesia telah banyak membantu tenaga medis dalam rangka mengidentifikasi suatu penyakit ataupun wabah penyakit.

Secara spesifik Anto menjelaskan bahwa pada wabah malaria, teknologi kecerdasan buatan dimanfaatkan untuk diagnosa wabah dengan melaksanakan ekstraksi morfogeometris yang didapatkan dari mikroskop. "Data diterjemahkan menjadi algoritma yang dapat diidentifikasi menjadi suatu informasi menandakan bahwa sampel darah yang diuji mengindikasikan seseorang terjangkit wabah malaria ataupun tidak," terangnya.

"Penerapan teknologi kecerdasan buatan juga memiliki tingkat akurasi yang cukup baik dalam mengidentifikasi wabah. Tingkat prediksi kecerdasan buatan mencapai positive value 77,14%, sensitifitas 84,37% serta F1 akurasi 80,60%," ungkap Anto.

Sementara itu, Atase Perdagangan Rusia untuk Indonesia Alexander Svinin menyatakan dukungannya terhadap riset serta inovasi kecerdasan buatan yang dilaksanakan di Indonesia.

"Kami akan sangat terbuka terhadap riset dan inovasi penerapan kecerdasan buatan di bidang kesehatan. Hal ini memungkinkan diadakannya kolaborasi oleh banyak pihak," ujar Svinin.

Pada kesempatan yang sama,  Direktur Institut Kecerdasan Buatan Innopolis University Rusia Ramil Kuleev menyatakan di Rusia, penerapan kecerdasan buatan telah digunakan dalam kehidupan manusia terutama di bidang kesehatan antara lain untuk mengidentifikasi berbagai penyakit dari hasil radiologi. (rm/ed.lh)